KIPRAH BUPATI BROTODININGRAT DALAM POLITIK LOKAL DI KARISIDENAN MADIUN (1869-1900)
Abstract
Abstrak: Artikel ini membahas tentang kiprah Bupati Brotodinigrat di Karisidenan Madiun. Metodologi yang digunakan melalui empat tahapan yaitu huristik, kritik, interprestasi, dan historiografi. Hasilnya adalah Bupati Brotodiningrat menjabat bupati pada usia 21 tahun dengan menjadi Bupati Sumoroto, dan pada usia 27 menjadi bupati Ngawi. Selama menjadi Bupati Ngawi beliau memprakarsai berdirinya Masjid Agung, setelah itu dipindah menjadi Bupati Madiun yang ke 23. Selama menjadi Bupati Madiun terjadi konflik dengan residen Madiun, beliau selalu menolak tunduk terhadap kepentingan belanda sehingga seringkali terjadi konflik yang disematkan kepada beliau. Permasalahan tersebut pertama terkait kebijakan kolonial terhadap petani yang dianggap merugikan pribumi yang ditentang oleh Bupati, kedua kekacauan di Madiun yang dilakukan oleh para jagoan membuat pemerintah belanda kewalahan, ketiga kasus pencurian di ruah residen belanda yang mengakibatkan Brotodiningrat diasingkan di Padang. Pada Akhirnya sang Bupati divonis tidak bersalah, Pada akhirnya setiap kebenaran akan menentukan jalan.
Abstract: This article discusses the work of the Regent of Brotodinigrat in Karisidenan Madiun. The methodology used goes through four stages, namely huristic, critique, interpretation, and historiography. The result was that the Regent of Brotodiningrat became regent at the age of 21 by becoming the Regent of Sumoroto, and at the age of 27 he became the regent of Ngawi. During his tenure as Regent of Ngawi, he initiated the establishment of the Great Mosque, after which he was moved to become the 23rd Regent of Madiun. During his tenure as Regent of Madiun, there was a conflict with the resident of Madiun, he always refused to submit to Dutch interests so that conflicts often occurred which were pinned to him. The first problem was related to colonial policies against farmers who were considered detrimental to the natives which was opposed by the Regent, the second was the chaos in Madiun carried out by the heroes that overwhelmed the Dutch government, and the third was the case of theft in a Dutch resident's house which resulted in Brotodiningrat being exiled in Padang. In the end the Regent was found not guilty. In the end, every truth will determine the way.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Herlina, N. (2020). Metode Sejarah. Bandung: Satya Hsitorika.
Kam, O. H. (2018). Madiun dalam Kemelut Sejarah Priyayi dan Petani di Karisidenan Madiun Abad XIX. Jakarta: Gramedia.
Kuntowijoyo. (2013). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Poerwawijaya. (1984). Babad Ponorogo. Ponorogo: Depdikbudpar.
Priono, D. (2016). Situs Astana Gunung Srandil Desa Srandil Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo . Ponorogo.
Rahmat, A. A. (2017). Peranan Bupati R.A.A Wiratanuningrat dalam Pembangunan Kabupaten Tasikmalaya 1908-1937. Patanjala, 43-358.
Sidi, N. A. (2019). Sejarah Kabupaten Ponorogo. Ponorogo : MGMP Sejarah.
Sugianto, A. (2015). Eksotika Pariwisata Ponorogo. Yogyakarta: Samudra Biru.
Sugianto, A. (2020). Sejarah Adipati dan Bupati Ponorogo 1496-2016. Ponorogo: UMPO Press.
Yacob, D. W. (2014). Skandal Donner (1900-1902) Sebuah Gerakan Politik Arsip. Tanpa Tahun: Tanpa Tahun.
Yuliar, L. (2014). Kabupaten Galuh Ciamis 1809-1942 (Pemerintahan Sosial, Ekonomi dan Politik) . Bandung: Universitas Padjajaran.
Baiturohman, T. M. (1993). Sejarah Singkat Masjid Agung Baiturohman Ngawi. Ngawi: Pusaka Jawatimur. Retrieved from Pusaka Jawatimur.
Regeerings Almanak Voor Nederlandsch Indie. Batavia, tahun 1878 hlm 203 dan tahun 1886,
DOI: https://doi.org/10.31764/historis.v6i2.7266
Refbacks
- There are currently no refbacks.
ALAMAT REDAKSI:
Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Muhammadiyah Mataram