LAGU DAERAH TRADISIONAL BUTON WOLIO: SEBUAH EKSPRESI APRESIASI TERHADAP LANSKAP

Ray March Syahadat, Imran Kudus, Silvery Nur Puspita

Abstract


bstrak: Masyarakat Buton Wolio memiliki apresiasi yang tinggi terhadap lanskap yang dibuktikan dari persepsi dan produk budaya seperti linguistik dan kesenian. Artikel ini mencoba untuk mendalami hal tersebut melalui lagu daerah tradisional Buton Wolio. Adapun tujuannya untuk menggali ekpresi sebagai wujud apresiasi terhadap lanskap melalui lagu daerah Buton Wolio. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas empat yaitu pengumpulan data, transkripsi, translasi, dan analisis yang dilakukan secara deskriptif. Faktor-faktor yang yang menjadi fokus ekspresi terdiri atas enam aspek yaitu pengaruh lima panca indra, warna, pemandangan, tanaman lanskap, waktu, dan deskripsi mengenai sistem ekologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga belas lagu daerah tradisional Buton Wolio yang berdasarkan ekspresi lanskapnya dibagi menjadi tiga kelompok. Adapun pembagiannya tiga lagu mengekpresikan lanskap secara langsung, tujuh lagu mengekspresikan lanskap secara tidak langsung, dan dua lagu tidak mengekspresikan lanskap. Lagu yang mengekspresikan lanskap secara langsung menceritakan keindahan lanskap dari titik pandang di Kota Baubau. Lagu yang mengekspresikan lanskap secara tidak langsung umumnya berisikan nasehat, kesedihan, penyemangat, dan sindirian dengan mempersonafikasi lanskap agar mudah dibayangkan dan dipahami oleh pendengar. Melalui lagu daerah tardisional juga memberikan gambaran bentuk lanskap di Buton khususnya Kota Baubau pada masa lampau.

Abstract:  Previous research has reported that the Buton Wolio community has a high appreciation of the landscape as evidenced by perceptions and cultural products such as linguistics and art. This article tries to explore this matter through the traditional folk song of Buton Wolio. The goal is to explore expressions as an appreciation for the landscape through the folk song of Buton Wolio. The stages carried out in this study consisted of four, namely data collection, transcription, translation, and analysis carried out descriptively. The factors that become the focus of expression consist of six, namely the influence of the five senses, color, scenery, landscape plants, time, and a description of the ecological system. Based on the results found, there are third teen traditional folk songs of Buton Wolio which are divided into three groups based on their landscape expressions. Three songs express landscapes directly, seven songs express landscapes indirectly and two songs do not express landscapes. The song that expresses the landscape directly tells the beauty of the landscape from a vantage point in Baubau City. Songs that express landscapes indirectly generally contain advice, sadness, encouragement, and satire by personifying the landscape so that it is easy to imagine and understand by listener. Through traditional folk songs, it also provides an overview of the landscape in Buton, especially Baubau City in the past.


Keywords


Elemen lanskap; Etnis Wolio; Kearifan lokal; Keindahan lanskap; Pemandangan lanskap.

Full Text:

PDF

References


Adelia, W. F., & Said, I. M. (2019). Ritual Posuo “Pingitan” pada Masyarakat Buton: Kajian Semiotika. Jurnal Ilmu Budaya, 7(2), 273–281.

Adkar, S. W. S., Suriah, Syafar, M., Stang, Muis, M., & Hidayanthy, H. (2019). Personal Hygiene Behavior of Butonese Adolescent Females during the Posuo Ritual in Baubau. EAS J Psychol Behav Sci, 1(4), 52–58.

Alifuddin, M. (2013). Dakwah Berbasis Budaya Lokal Telaah atas Nilai-Nilai Dakwah dalam Folksong Orang Wakatobi. Al-Munzir, 6(1), 72–89. https://doi.org/10.31332/am.v6i1.234

Asis, A. (2015). Eksistensi Tula-tula bagi Masyarakat Wakatobi: Salah Satu Sumber Pendidikan Karakter. Jantra, 10(2), 133–142.

Azizu, N. N., Antariksa, & Wardhani, D. K. (2011). Pelestarian kawasan Benteng Keraton Buton. Jurnal Tata Kota Dan Daerah, 3(1), 83–90.

Burhan, F., Samsul, & Alias. (2019). Kearifan Lokal Motif Tenun Tradisional sebagai Potensi Wisata Kreatif Desa Katukobari Kabupaten Buton Tengah. Idea of History, 2(1), 69–81.

Hamid, A. R. (2011). Orang Buton: Suku Bangsa Bahari. Penerbit Ombak.

Hidayatulloh, M. S. (2020). Local Wisdom Pemikiran Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin dalam Kitab Kabanti “Bula Malino.” Sultan Agung Fundamental Research Journal, 1(1), 22–30. https://doi.org/10.30659/safrj.1.1.22-30

Hidrawati, Rianse, U., Iswandi, R. M., Arafah, N., & Hamzah, A. (2019). Pengetahuan Lokal Masyarakat Pulau Binongko dalam Sistim Ketahanan Pangan. Bpsosek, 21(1), 36–44. https://doi.org/10.33772/bpsosek.v37i1.7051

Ibrahim, I., & Budiman, M. (2018). Posuo, space and women: Buton community’s customary tradition and its preservation. In M. Budianta, M. Budiman, A. Kusno, & M. Moriyama (Eds.), Cultural Dynamics in a Globalized World (pp. 389–395). CRC Press.

Insriani, H. (2015). Cerita Rakyat sebagai Media Pendidikan Karakter: Sebuah Upaya Pembacaan Reflektif. Jantra, 10(2), 143–152.

Juditha, C. (2015). Dongeng dan Radio (Pendidikan Karakter dalam Dongeng Nusantara di Radio SPFM Makassar). Jantra, 10(2), 177–187.

Kim, S.-K. (2013). Meaning and aestetics of a Korean traditional landscape - focusing on Hahwe Gyeomam-Okyeonjeong. In Asian Cultural Landscape Association (Ed.), 2013 Acla International Symposium Meanings & Aesthetics in Asian Cultural Landscape (pp. 39–46). Asian Cultural Landscape Association.

Kosilah, Andarias, S. H., & Wijaya, A. M. (2020). Kabanti Kaluku Panda: an ecofeminist perspective in local wisdom. 1st Borobudur International Symposium on Humanities, Economics and Social Sciences (BIS-HESS 2019), 241–244.

Kudus, I., & Slamet, A. (2019). Kerajinan Tradisional Buton Warisan Negeri yang Menakjubkan. Penerbit PT Kanisius.

Kuo, M. (2013). Envisaging the aesthetic profoundness of Chinese landscape paintings: aspect of poems and ci-poetry. In A. C. L. Association (Ed.), 2013 Acla International Symposium Meanings & Aesthetics in Asian Cultural Landscape (pp. 119–125). Asian Cultural Landscape Association.

Nuraini, Syahadat, R. M., Putra, P. T., & Chotimah, C. (2016). Tula-tulana Wa Ndiu-Ndiu, cara orang Buton belajar mengasihi manusia dan dugong. In A. Sunuddin, M. A. Khalifa, S. B. Lubis, Setiono, & C. Tania (Eds.), Bunga Rampai Konservasi Dugong dan Habitat Lamun di Indonesia – Bagian 4 – (4th ed., pp. 1–10). IPB Press.

Pahlewi, I. P. (2015). Menggali Nilai Pendidikan dalam Nyanyian Puntasua Tingkat I-III pada Masyarakat Kaongkeongkea Kabupaten Buton. Shautut Tarbiyah, 21(1), 37–56.

Rasyid, A. (1998). Cerita Rakyat Buton dan Muna di Sulawesi Tenggara. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sahlan. (2012). Kearifan Lokal pada Kabanti Masyarakat Buton dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter. El Harakah, 14(2), 312–325. https://doi.org/10.18860/el.v14i2.2311

Sahlan. (2017). Kearifan Lokal Kabanti untuk Masyarakat Buton (Penelitian Analisis Konten). Jurnal Parameter, 29(2), 192–199. https://doi.org/10.21009/parameter.292.07

Soedardi, R. A. (2015). Dongeng sebagai Sarana Pembangunan Karakter dalam Bermedia. Jantra, 10(2), 211–220.

Sofyani, W. O. W. (2017). Tenun Buton dalam multikultural wastra Nusantara. In H. K. Kewuel, A. Budiyanto, Y. Fajar, & N. B. Kumoro (Eds.), Seri Kebudayaan 1 Pluralisme, Multikulturalisme, dan Batas-batas Toleransi (pp. 109–199). Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya.

Solissa, E. M. (2021). Ungkapan Tradisional dalam Wenek sebagai Ekspresi Kearifan Lokal Masyarakat Pulau Buru. Arif: Jurnal Sastra Dan Kearifan Lokal, 1(1), 133–150.

Sunardin, Sifatu, W. O., & Anggraini, D. (2020). Peran Penenun dalam Upaya Mempertahankan Tenunan Daerah (Studi Di Desa Batuatas Barat Kecamatan Batuatas Kabupaten Buton Selatan). Jurnal Kesejahteraan Dan Pelayanan Sosial, 1(2), 116–125.

Syahadat, R. M. (2017). The Change of Butonese cultural landscape in Negeri Kawa, Molucas. KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture, 9(1), 61–69.

Syahadat, R. M., Putra, P. T., & Hasibuan, M. S. R. (2015). Meaning of aesthetic value of mountain and and hills of the Baubau City. In N. Nasrullan, S. Nurisjah, R. M. Syahadat, & Nuraini (Eds.), Proceeding The Future Mountain and Volcanoscape Creativity to Prosperity (pp. 81–85). IALI.

Syahrir, J., Maknun, T., & Hasjim, M. (2020). Sintagama dan Sistem pada Ritual Posuo Perempuan Buton. Al-Din: Jurnal Dakwah Dan Sosial Keagamaan, 6(2), 46–60.

Tim Info Grafis Kompas. (2014). Indonesia dalam Infografik. Penerbit Buku Kompas.

Udu, S. (2015). Tradisi Lisan Bhanti-Bhanti sebagai Media Komunikasi Kultural dalam Masyarakat Wakatobi. Humaniora, 27(1), 53–66.

Zahari, A. M. (1977). Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton) I. Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Zuhdi, S., Prajoko, D., Setiawan, A., & Sari, N. F. L. S. (2019). Orang Buton dalam Diaspora Nusantara dan Integrasi Bangsa. Penerbit Wedatama Widya Sastra.




DOI: https://doi.org/10.31764/historis.v8i1.10508

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


ALAMAT REDAKSI:
Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Muhammadiyah Mataram