MAKNA FILOSOFIS MAJA LABO DAHU DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARAKTER MASYARAKAT BIMA PADA MASA PEMERITAHAN SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN 1917-1951

Ilmiawan Mubin, Hikmah Hikmah

Abstract


Abstrak: Propinsi Nusa Tenggara Barat terdapat dua pulau besar (Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok),  Pulau tersebut dihuni oleh tiga suku (Suku Mbojo, Suku Samawa dan Suku Sasak), yang menjadi etnis dominan Masyarakat Nusa Tenggara Barat. Suku Mbojo dan Suku Sumbawa mendiami pulau Sumbawa, sedangkan suku Sasak menyebar di seluruh Pulau Lombok.Sebagaimana suku bangsa secara universal, ketiga suku di NTB tersebut memiliki semboyan dan falsafat hidup dan budaya yang berbeda tetapi masing-masing mengandung nilai-nilai luhur dan mengakar dalam kehidupan Masyarakatnya. Suku Mbojo system nilai budaya  Maja Labo Dahu, suku Sumbawa mempunyai budaya Sabalong Samalewa, dan suku Sasak terkenal dengan budayanya Patut Patuh Patju. Budaya Bima sebagai perisai kehidupan yang paling menonjol adalah budaya” Maja labo Dahu”. Sebuah Simbol yang dibudayakan agar menjadi benteng dan tindakan seseorang dalam kehidupan yang dapat memberikan petunjuk untuk menetapkan tentang tindakan yang baik atau buruk, Demikian ‘Maja labo dahu’ sebagai sebuah sistem nilai budaya masyarakat Bima pada masa pemeritahan sultan Muhammad Salahuddin 1917 - 1951 dan suku Mbojo pada umumnya. Penelitian tentang makna filosofi Maja Labo Dahu ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian kualitatif, dengan pendekatan Etnografi, teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.Temuan yang dihasilkan berupa data-data yang mendukung untuk karya ilmiah yang berupa hasil Observasi, berbagai data dari hasil wawancara objek penelitian beserta dokumentasi yang berkaitan dengan makna filosofi Maja Labo Dahu. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa Informan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa Maja Labo Dahu sebagai falsafah kehidupan Masyarakat Bima yang memberikan efek yang positif terhadap karakter masyarakat ketika pesan-pesan moralnya di pahami seutuhnya oleh Masyarakat Bima, Maja Labo Dahu yang berarti “Malu dengan Takut”, secara leksikal “Maja” berarti Malu, “Labo” berarti dengan dan bisa juga diartikan sebagai dan, kemudian “Dahu” yang berarti takut. Dengan demikian Maja labo Dahu memiliki arti ‘Malu dan Takut’. Sedangkan secara filosofis “Maja Labo Dahu” bermakna: Pertama, Maja; dikonsepsikan sebagai sebuah sikap moral manusia untuk merasa ‘Malu’ terhadap tindakan yang menyimpang, atau melanggar hukum baik hukum  Agama, hukum Negara dan etika sosial-budaya yang mencerminkan kearifan lokal sebuah komunitas Masyarakat.

Abstract:  West Nusa Tenggara Province there are two major islands (Sumbawa Island and Lombok Island), the island is inhabited by three tribes (tribe Mbojo, Samawa tribe and Sasak tribe), which became the dominant ethnic of West Nusa Tenggara Society. The tribe of Mbojo and Sumbawa people inhabit Sumbawa Island, while the Sasak tribe spreads throughout the island of Lombok. As the nation universally, the three tribes in the NTB have the motto and Falsafat of life and different cultures but each Contains sublime values and is rooted in the lives of his people. The tribe Mbojo system of the culture value of Maja Labo Dahu, the Sumbawa tribe has a culture of Sabalong Samalewa, and the Sasak tribe is well known for its cultures to obey Patju. Bima's culture as the most prominent shield of life is the "Maja Labo Dahu" culture. A symbol that is cultivated in order to become a fortress and the actions of a person in life who can give clues to establish about the action of good or bad, thus ' Maja Labo Dahu ' as a system of culture value of Bima people in The tenure of Sultan Muhammad Salahuddin 1917-1951 and Mbojo in general. The study of the philosophy of Maja Labo Dahu is done using qualitative research methods, with ethnographic approaches, observation techniques, interviews, and documentation. Findings resulting in the form of data that supports for scientific work that is the result of observation, various data from the results of interviews of research objects along with documentation relating to the meaning of the philosophy of Maja Labo Dahu. Based on the results of the research obtained from several informant, researchers can conclude that Maja Labo Dahu as the philosophy of life of Bima society that gives positive effect to the character of society when his moral messages in Fully understood by Bima Society, Maja Labo Dahu which means "Shame with fear", lexical "Maja" means shame, "Labo" means with and can also be interpreted as and, then "Dahu" which means fear. So Maja Labo Dahu means ' shame and fear '. While the philosophical "Maja Labo Dahu" means: First, Maja; Conceptualed as a moral attitude of man to feel ' shame ' on a distorted act, or violate the laws of both religious law, state law and socio-cultural ethics reflecting the local wisdom of a community.

Keywords


Makna Filosofi, Maja Labo Dahu, Karakter.

Full Text:

PDF

References


Tajib, Abdullah. (1995). Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: PT. Harapan Masa.

Abdul, Muhamad. (2010). Tutur Kata Yang Di Peroleh Dari Dari Pada Tetua Dan Ex Perangkat Kesultanan Bima. Bima: Pemerintahan Dati II Bima.

Hasnun. (2006). Bima dengan falsafah Maja Labo Dahu. Jakarta: Gramadia.

Handayani, Usri Indah. (2004). Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan NusaTenggara Barat. Mataram: Museum Negeri NTB.

Loir, Henry Chambert. (1982). Arsip-Arsip Dokumen Penting Tentang Muhamad Sallahudin Dana Mbojo. Jakarta: Gramadia.

Loir, Henry Chambert. (2004). Kerajaan Bima Dalam Sastra Dan Sejarah. Jakarta: Gramadia.

Mariam, Siti. (2004). Hukum Adat Undang-Undang Bandar Bima . Mataram: Gunung Agung.

Lukman, lalu. (2005). Kabupatenbima dalam sejara dii tinjau dari aspek budaya. Mataram: Pemerintahan daerah provinsi Nusa tenggara Barat.

Maran, Rafael Raga. (2000). Manusia dan kebudayaan dalam prespektif ilmu budayadasar. Jakarta: Rhineka Cipta.

Miles, Matthw B. (2014). Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia.

Ismail, M. Hilir. (2004). Peranan Kasultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah . Mtaram: Gunung Agung.

Parimartha, I Gde. (2002). Perdagangan politik di nusa tenggara 1815 – 1915. Jakarta: Djambatan.

Notosusanto, Nugroho, dkk. (1978). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. (2004). Teori sosiologi moderm. Jakarta: Prenada Media.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian, Pendekatan Kualitatif, Kualitaf dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Salam, Solichin. (1992). Bima dalam cerita, sejarah dan Masa Depan. Jakatra: Kuning Mas.

Sobur, Alex, (2006). Semiotika Komonikasi.. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soekadidjo, R.G. (2000). Anatomi Pariwisata. Memahami Pariwisata sebagai Systemic Lingkage. Jakarta: Gramedia.

Soekanto, Soerjono. (1982). Teori Sosiologi Tentang Pribadi Dalam Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.




DOI: https://doi.org/10.31764/historis.v3i2.1385

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


ALAMAT REDAKSI:
Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Universitas Muhammadiyah Mataram